Mencintai Dikejauhan

Aku terus duduk di sini, sambil menatap pria yang sangat kusayangi dari SMP sampai SMA sekarang. Dia, Rio Dihamid pria yang sangat kucintai.
Tapi sayangnya aku cuma bisa duduk di sini tanpa ingin menyentuhnya, yah aku memang gadis yang pemalu, sedangkan dia, Pria yang populer di sini. Oh ya perkenalkan namaku Lily Lestari, aku cuma gadis biasa kok dan gak terlalu pintar dalam pelajaran.
“Ly?” suara itu membangunkan ku dari lamunan, dia temanku namanya Tia. “Eh iya?” refleks aku langsung menjawab. “Kamu kenapa?” tanyanya, “Eh? Mmm gak papa kok.” jawabku berbohong.
“Ly, aku tau kamu pasti liatin si Rio kan? Ly mau sampe kapan sih kamu liatin dia dari jauh? Apa gak cape? Ly lo harus maju dong, jangan bisanya cuma natap dia dari kejauhan dan apa kamu gak sakit gitu liat si Rio deket sama cewek?” beribu pertanyaan dilontarkan padaku. “Tia, aku gak papa kok liat Rio sama yang lain asal dia seneng, aku gak cape atau pun apa cukup liat Rio tersenyum itu udah lebih dari cukup.”
“Ly! Kamu bilangnya gak papa, tapi aku tau, pasti hati kamu sakit kan liat Rio deket cewek lain?”
Aku terdiam. Memang benar apa yang dikatakan Tia, rasanya sakit sekali jika dirasakan. Tapi aku memberikan senyuman kepada Tia, dan membuat Tia mengerutkan keningnya. “Tia, sudahlah jangan nanya terus, dan aku rela kok jika harus mengagumi tanpa dicintai, aku rela. Asalkan aku bisa terus melihat senyumnya.”
Tak lama mengatakan itu aku langsung berdiri dan membereskan buku yang berserakan di atas meja, karena waktu pelajaran telah habis. “Aku duluan.” aku bergegas untuk ke perpustakaan, karena dari tadi bel istirahat telah berbunyi.
Saat di koridor aku terus berjalan sambil memegang novel yangku bawa tadi, karena jika aku membacanya di dalam kelas pasti akan terganggu.

Brak…
Tiba-tiba saja ada yang menabrakku hingga novel-novel yangku pegang berserakan di lantai. “Eh sorry! Gua gak sengaja.”
Suara itu? Suara itu adalah suara Rio, aku langsung mendongkak memastikan apakah yang menabrakku itu benar adalah Rio?
Deg!
Ternyata itu benar, dia adalah Rio.
“Hey? Lo gak papa?” tanyanya, membuat jantung ini berdetak kencang. Dengan cepat aku merebut novelku yang ada di tangannya, dan cepat-cepat meninggalkan Rio.
Aku terus menaiki anak tangga untuk menuju perpustakaan yang ada di lantai tiga.
Saat memasuki perpustakaan aku berjalan memilih tempat yang inginku tempati hingga aku memilih tempag di dekat jendela yang menghadap lapangan.
Aku buka novelku dan membacanya.
“Nah ternyata lo disini.” astaga! Suara itu lagi. “Nih tadi ponsel lo jatoh.”
Aku mengambilnya dengan kepalaku yang masih tertunduk karena gugup. “Ma… Makasih.”
“Iya sama-sama, lain kali jangan langsung lari dulu liat apa ada yang ketinggalan apa enggak pas ditabrak orang, eh ini mah lari mulu udah kaya liat setan aja.” kekehnya.
Kemudian dia, Rio duduk di sampingku membuat detak jantung ini kembali tak normal.
“Gua Rio.” ujarnya mengulurkan tangannya, “Ak… Eh gu… Gue Lily.” menjabat tangannya.
“Anak kelas mana?”
“Kelas… MIPA 1.” tuturku, “Wah, kelasnya disebrang berhadapan sama kelas gua dong?” aku hanya mengangguk.
“Oh ya, kalo gitu gua duluan.”
Setelah Rio pergi aku langsung menormalkan detak jantungku. Mulai saat itu aku tak pernah melihat Rio lagi.
Hingga suatu hari…
“Ly?!” teriakan Tia membuatku kaget. “Kenapa?”
“Kami udah denger kabar belum?”
“Kabar apa?”
“Kalo Rio pindah sekolah dan lebih parahnya dia jadian sama Karnia!!”
Saat itu juga, rasanya aku ingin sekali menangis tapi tidak, aku tak mau terlihat seperti gadis cengeng.
“Gak papa.” kata-kata itu membuat Tia menganga. “Lo gak sakit gitu?”
Aku menghela nafas, “Sesakit apapun itu aku gak mau nangis, aku gak mau cengeng. Aku ngerti memang ini takdirku. Mencintai kejauhan.” ujarku dan pergi ke taman belakang.
Sakit? Memang itu yang aku rasakan.
Aku benci, dia benci. Aku suka, dia biasa saja. Aku cinta, dia? Entahlah memang ini adalah takdirku. Lalu aku menulis sesuatu di buku harianku.
Dear Rio
Aku hanyalah gadis yang hanya bisa memberimu cinta.
Aku tau aku bukanlah orang yang kau harapkan
Tapi hatiku tau, jika kau adalah jodohku kamu pasti akan kembali
Hatiki tau kepada siapa aku harus berjuang dan kepada siapa aku harus pulang.
Aku bukan mengemis cinta padamu, kamu harus tau betapa berharganya kamu di hatiku. Entah sejak kapan perasaan ini ada, tapi yang jelas aku sangat-sangat mencintaimu Rio Dihamid.

0 komentar:

Posting Komentar