Rasa Yang Tak Dinanti

Wajah yang tak asing bagiku, selalu terdekap bayangnya dalam fikiranku, tahun demi tahun dilalui tanpa ada kata satupun… Inilah ceritaku
Masa kecil yang indah sangat dirindukan, tak ada rasa gengsi dan malu, dunia terasa sempurna tanpa beban apapun. Wajah yang tak terlalu sering kulihat namun selalu berjumpa, entah dalam hitungan hari, bulan maupun tahun. Dimulai dari keluarga mama, aku mempunyai sepupu yang berumur sama denganku, mereka adalah Awan, Risa dan aku… dari kecil kami sering bermain bersama, setiap ada acara keluarga pastinya. ya, namun Awan tidak tinggal di kota melainkan tinggal di desa, hanya satu tahun sekali aku berjumpa dengannya. Tahun demi tahun kami lalui, sering berliburan bersama, becerita, bertanya kabar di social media, dsb. Hingga suatu saat kami betiga merencanakan liburan ke Jakarta mengunjungi salah satu saudara mama.
Libur pun tiba, keberangkan kami telah dijawalkan dan kami siap untuk pergi liburan bertiga dengan mengunakan pesawat. Pada saat itu kami masih berumur 15 tahun, kami pun mendapatkan perhatian khusus dari pramugarinya.. sesampai di Jakarta kami dijemput oleh onti Sari dan suaminya, liburan kami dimulai dengan mengelilingi kota Jakarta hingga suatu hari kami ke dufan untuk bermain wahana yang mendebarkan..
“Awan, Risa, Nita bersiaplah dari pagi, kita esok akan ke dufan” ujan onti Sari
“okeh onti” jawabku
Kami pun berangkat.. Pada salah satu wahana suami onti menantang kami,
“siapa yang berani naik wahana torpedo akan mendapatkan reward” ujarnya
Hanya aku dan Awan berani, kami pun menaiki wahana tersebut dan karena kami ketakutan, kami pun bergandeng tangan..

Do'a Permohonan Surga Untuk Ibu

Semua orang duduk bersila menantikan sebuah ceramah, tapi siapa sangka bahwa semua itu hanya dusta. Dari sekian banyak jamaah, ada yang sibuk bicara, ada yang sibuk mengunyah bahkan ada pula yang tertidur pulas dengan wajah tanpa dosa.
Entah apa yang merasukiku, aku tak bersikap seperti biasanya yang sangat suka membuat kegaduhan dimana-mana. Saat ini aku hanya diam, kubiarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an menghanyutkanku sangat jauh hingga akhirnya menenggelamkanku.
Pertahananku jebol, air mataku mengucur deras ketika Penceramah berdoa untuk untuk semua orang tua yang telah membesarkan kami.
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami yang secara sadar dan tidak sadar kami lakukan terhadap orang tua kami. Berilah kami kesempatan untuk mengucap maaf kepada orang tua kami karena kami tidak pernah tahu apa isi skenario kehidupan kami selanjutnya. Kami tidak bisa membayangkan apabila pulang nanti kami sudah tidak bisa bercengkrama dengan orangtua kami lagi, kami tidak bisa membayangkan apabila pulang nanti kami temukan orangtua kami sudah tak bernyawa. Maka dari itu Ya Allah izinkanlah kami berbakti setulus hati kepada orangtua kami.” Doa Penceramah di sela tangisnya yang menggema.

Membuatku Menjadi Lebih 'Baik'

Aku bukanlah orang yang baik menurutku. Tapi siapa sangka aku akan mendapat sebuah kejutan dari Tuhanku, yaitu Allah. Sebuah kejutan yang ternyata menuntunku ke jalan yang benar. Aku merasa kalau Allah masih menyayangiku. Semuanya berawal dari sebuah malam yang dimana saat itu langit penuh dengan bintang.
Aku berjalan pulang sendiri ditengah malam yang sepi. Walaupun aku tak tahu aku akan diterima di rumah atau tidak. Karena sudah beberapa hari ini aku tidak pulang ke rumah dan lebih memilih mengikuti ajakan kotor teman-temanku, walaupun aku tahu kalau mereka tak pantas disebut ‘teman’. Aku merasa sangat tinggi sekarang, sampai-sampai aku tak tahu apa yang terjadi padaku selanjutnya.
Aku terbangun dan aku mendapati diriku tertidur tengkurap di jalan. Tubuhku terasa sakit semua, aku tak tahu apa yang terjadi. Tapi, aku rasa ada perkelahian kecil yang sudah terjadi antara aku dan seseorang yang tak kukenal. Aku masih mengumpulkan nyawaku agar kembali seutuhnya.
“Apa kau baik-baik saja?” seorang perempuan yang bertanya padaku. Tapi aku hanya diam. Karena kurasa itu bukanlah hal yang penting untuk kujawab.
Lalu dia bertanya lagi “Apa kau baik-baik saja?’, dan sekali lagi aku tak menjawabnya. Aku membalik badanku, dan aku hanya melihat ribuan bintang yang bertebaran di langit yang gelap. ‘Apakah bintang-bintang itu bertanya padaku?’ Kataku dalam hati. Aku memejamkan mataku. ‘Huh, hal konyol apa yang aku pikirkan saat ini?. Bangunlah ada seseorang yang sedang menanyaimu’, kataku dalam hati.
Aku terduduk. Aku melihat seorang gadis berkerudung biru tua duduk di depanku. “Apa kau baik-baik saja?” untuk yang ketiga kalinya dia bertanya. Tapi aku hanya memalingkan wajahku. ‘Apa yang dilakukan gadis ini?’ Tanyaku dalam hati. Melihat aku yang terus tak menghiraukan pertanyaannya, gadis itu mengeluarkan sebuah cermin kecil dari dalam tasnya. “Ini” kata gadis itu sambil meletakkannya di bawah. Aku hanya memandangi cermin itu tanpa menyentuhnya. “Berkacalah. Lihat dirimu” tambah gadis itu sambil mendorong cermin itu dengan jari telunjuknya. Aku mengambil cermin itu dan aku melihat wajahku yang babak belur.

Ketika Membuka Mata


Ketika ku tau bahwa takdir tidak sepihak dengan jalan pikirku, saat dimana sebuah harapan yang kadang hanya menjadi angan-angan. Kini ku tau bahwa hidupku dimulai dari menutup mata dan kembali dengan mata terbuka dan berharap semua ini nyata…
“Risti, tunggu!! Kau ini selalu saja meninggalkan temanmu ini. Dasar!!”, seru teman di belakangku.
“Kamu, saja yang dari tadi lelet!”, jawabku membetak.
“Ya iyalah, emang tadi nggak lihat Ris?”, tanyanya lagi padaku.
“Liat apa sih?”, tanyaku geram.
“Itu tuh cowok pindahan di sekolah kita?”, jawabnya kembali.
“Hh, sorry gue nggak sempet liat Sit, gue buru-buru. O ya gue ingatin ya semua cowok itu sama, nggak ada yang beda!!”, jawabku sambil berhenti sejenak lalu pergi meninggalkan temanku itu.
Semester 1 telah berlalu kini aku sibuk dengan tugas-tugas yang telah menumpuk beberapa hari kemarin. Entah ada apa siswa-siswa perempuan di kelasku, mendengar bahwa ada siswa baru di kelas sebelah mereka lari pergi melihatnya, katanya sih cowok. Bagaikan kerbau terbirit-birit berebutan makanannya. Tapi hanya aku aja yang tak tertarik sama sekali, menurutku itu hanya membuang-buang waktu untuk persiapan Tes semester 2.
aat aku sedang menuju perpustakaan untuk meminjam beberapa buku untuk belajar, Bu Umi memanggilku dari belakang.

Mencintai Dikejauhan

Aku terus duduk di sini, sambil menatap pria yang sangat kusayangi dari SMP sampai SMA sekarang. Dia, Rio Dihamid pria yang sangat kucintai.
Tapi sayangnya aku cuma bisa duduk di sini tanpa ingin menyentuhnya, yah aku memang gadis yang pemalu, sedangkan dia, Pria yang populer di sini. Oh ya perkenalkan namaku Lily Lestari, aku cuma gadis biasa kok dan gak terlalu pintar dalam pelajaran.
“Ly?” suara itu membangunkan ku dari lamunan, dia temanku namanya Tia. “Eh iya?” refleks aku langsung menjawab. “Kamu kenapa?” tanyanya, “Eh? Mmm gak papa kok.” jawabku berbohong.
“Ly, aku tau kamu pasti liatin si Rio kan? Ly mau sampe kapan sih kamu liatin dia dari jauh? Apa gak cape? Ly lo harus maju dong, jangan bisanya cuma natap dia dari kejauhan dan apa kamu gak sakit gitu liat si Rio deket sama cewek?” beribu pertanyaan dilontarkan padaku. “Tia, aku gak papa kok liat Rio sama yang lain asal dia seneng, aku gak cape atau pun apa cukup liat Rio tersenyum itu udah lebih dari cukup.”
“Ly! Kamu bilangnya gak papa, tapi aku tau, pasti hati kamu sakit kan liat Rio deket cewek lain?”
Aku terdiam. Memang benar apa yang dikatakan Tia, rasanya sakit sekali jika dirasakan. Tapi aku memberikan senyuman kepada Tia, dan membuat Tia mengerutkan keningnya. “Tia, sudahlah jangan nanya terus, dan aku rela kok jika harus mengagumi tanpa dicintai, aku rela. Asalkan aku bisa terus melihat senyumnya.”
Tak lama mengatakan itu aku langsung berdiri dan membereskan buku yang berserakan di atas meja, karena waktu pelajaran telah habis. “Aku duluan.” aku bergegas untuk ke perpustakaan, karena dari tadi bel istirahat telah berbunyi.
Saat di koridor aku terus berjalan sambil memegang novel yangku bawa tadi, karena jika aku membacanya di dalam kelas pasti akan terganggu.

Merusak Moral dengan "Film Fiksi"

Tanpa harus diperdebatkan menurut saya semua orang sudah tahu dan setuju kalau film lokal di negara kita sarat dengan doktrin untuk mengubah pandangan seseorang sesuai dengan apa yang diinginkan para pembuatnya. Entah yang membuat film sadar atau tidak mereka telah menyeret bangsa ini ke dalam kehancuran moral pada generasi mudanya. Memang tidak semua film, namun jumlahnya sangat banyak dan cukup meresahkan.
Yang datang ke bioskop untuk menonton film paling banyak adalah para muda-mudi. Tak heran kalau film-film yang diputar kebanyakan sasaran pasarnya adalah pemuda dan pemudi. Matinya kreatifitas menyebabkan pembuat film terjebak dalam tema dan cerita yang mirip itu-itu saja tergantung mana yang sedang laku.
Salah satu jenis film yang sangat meresahkan adalah film-film vulgar (porno terselubung) yang bisa menyesatkan para penonton. Biasanya film ini menonjolkan materialistis, umbar aurat, pergaulan bebas dan sulitnya untuk menjadi orang yang baik-baik. Padahal kenyataannya untuk menjadi orang baik itu mudah. Generasi muda yang menonton bisa salah menilai sehingga menganggap kehidupan yang demikianlah yang benar dan diterima luas masyarakat.

Butiran Mutiara Hidupku "PERGI"

Dengan hati tidak senyaman dengan hari-hari sebelumnya aku bergegas dari pembaringan dengan dikejutkan bunyi alarm handphone sebagai penanda saat harus bangun dan beraktivitas kembali. Dengan penuh kusam diraut muka ku bergegas melihat kota inbox yang ada di whatsapp ternyata tidak ada isi chat yang membuat hati nyaman seakan isi chatmu adalah pelipur lara dalam kesuntukan dan dengan segala pekerjaanku. 
Tepat jam 06.00 wib hati ku tersentak seakan terbentur batu, batu yang begitu besar penghalang langkahku, langkah untuk menyapamu kembali dalam setiap hari-hariku aku teringat satu kalimat yang membuat hati seakan terkoyak dan begitu menyakitkan kalimat yang membuat keberdayaanku pudar dan sedikit membuat sadar bahwa diri ini memang sudah tidak diperlukan lagi. Tapi dalam rulung hati yang paling dalam aku tidak pernah sedikitpun mengikis harapan ini untuk selalu ada kesempatan bisa bersamamu kembali meskipun cuman ujung jarum yang kecil dan tidak terasa akan beradaanmu, ujung jarum yang sangat berarti ketika apa yang aku rasakan juga kamu rasakan.

Hari ini berangkat lagi.

Terlihat begitu kotornya roda empatku, dalam benakku kalo aku bawa ke kota rasanya agak kurang nyaman kalo diliat dalam benak pasti berpikir "ini dari dari mana kok kotor sekali". Meskipun dalam lirik hati yang paling dalam emang gue pikiran mau mikir apa juga nggak tau tau pikirku. Ketika mataku tertuju ke jam dinding rupanya 5 pagi dengan terburu-buru aku spontan untuk mengambil sabun dan ember serta pembersih kain lap untuk membersihkan Si Roda Empatku. Dipertengahan menyiapkan segala sesuatu lupa dimana menaruh sabun khusus bodynya, karena sering dibawa kepencucian jadi rasanya suka nggak suka harus dilakukan sendiri pagi ini. Ketikan semuanya sesuai dengan yang dikendaki mulai membersihkan muka samping kiri dan kanan belakang tidak luput dari sapuan sabun khusus untuk body katanya sich tidak merusak cat pada body namanya juga produk selalu menawarkan yang terbaik. Beberapa menit kemudian pikiran ku melayang seakan akan lamunan sembari membersikan Si Roda Empatku teringat akan sosok selalu membayangi hidupku, dalam benakku ada pertanyaan "Kalo jam segini lagi apa?. Apa yang dikerjakan?Sudah siapkah berangkat?Dia menggunakan stelan apa hari ini?wah....semuanya ada dalam benak ini. Spontan kakiku melangkah menuju pintu rumah dan masuk kedalam kamar dan melihat Handphone dengan harapan ada kabar darimu. Yach begitulah harpanku yang selalu menanti kabar yang tidak pasti dan selalu berharap akan ada keajaiban yang terjadi. 

Sosokmu Selalu Menghantui "PIKIRANKU" Part. I

Jam 03.00 aku terbangun seakan-akan masih terbuai mimpi yang begitu memabawaku tidak ingin berajak bangikit dari tempat istrahat. Pada itu pula pikiranku ingat akan satu hal sebelumnya tidur berniat ingin melaksanakan sholat tahajud sebelum subuh tiba, dengan perasaan dan hati yang berkecamuk antara pergi ke dapur mengambil air wudhu apa buka laptop dulu, sungguh terasa berat rasanya untuk melaksanakan sholat sunah tahajud pada malam itu, dan hari-hari sebelumnya juga kebanyakan terlewatkan karena menunda waktu sholat tersebut, belum lagi kalo sudah diatas jam 21.00 belum tidur dan masih mengerjakan tugas dan hobby lainnya selalu dibahiskan dimuka laptop, seakan laptop adalah barang yang begitu berharga dan wajib membuka laptop sebelum tidur biasanya, padahal membuka cuman mengecek besok masuk kelas berapa dan materinya apa yang perlu disampaikan kepada mereka yang selalu menunggu asupan ilmu baru meskipun dengan potongan-potongan video tutorial yang berkaitan mata pelajaran yang aku ampu.