Mengurai kisah masa lalu yang begitu pahit dan sukar dijalani. Tak lepas pula dari genangan dosa masa lalu. Mungkin saja, takkan pernah membaik lagi meski aku perlahan memperbaiki diri. Hanyalah indah semu yang kurasakan, ilusi kebahagian itu kian hari semakin samar saja. Bahkan detik perpisahan dengan suamiku tak meninggalkan jejak senyum, hanyalah sesal yang semakin membumbung tinggi. Semakin Membuncah hingga tangis tak mampu menadahi kesedihan yang terasa. Terpuruk dan tak adalagi senyum merekah yang ikhlas terpancar dari bibirku. Semuanya begitu sulit kuhadapi.
Panggil saja ‘Nia’.. orang-orang biasa memanggilku ibu Nia. Usiaku 38 Tahun
Aku menikah dengan suamiku sekitar 20 tahun lalu. Pernikahan itu terbilang tidak sah karena keluarga tidak ada yang merestui dan aku menikah memakai nama orang lain di buku nikah. Saat itu, yang terpikir olehku bukan masalah sah dan tidak sah tapi bagaimanapun caranya aku harus menikah dengan lelaki itu karena aku sudah hamil satu bulan. Aku mencintai lelaki itu tanpa menengok apa yang aku lakukan sesuai ajaran-Nya atau tidak. Aku benar-benar dibutakan cinta pada saat itu. Desahan nafasku hanya dipenuhi nafsu, tanpa pernah diselingi menyebut Asma-Mu. Aku benar-benar hina.. Sungguh!!!
Sepanjang pernikahanku dengannya tak ada kebahagian hakiki yang kurasakan. Semuanya dipenuhi dengan kegelisahan saja. Resah semakin terasa di hati saat anakku tumbuh besar, sudah dewasa, gadis mungilku, hasil pernikahanku dengan lelaki itu. Aku tidak ingin menceritakan masa laluku kepada anakku. Tak ada sedikit cerita yang layak untuk dia ketahui, semua hanyalah noktah-noktah hitam yang hanya layak dianggap sampah.
Setelah menikah dengannya, aku memutuskan untuk tinggal jauh dari orangtua dan keluargaku. Aku takut, suatu saat nanti mereka mengungkit masa laluku yang begitu suram, hingga terdengar oleh anakku. Aku meyadari aku egois dan hanya mementingkan nama baik di depan manusia saja. Pernikahanku pun dilaksakanan karena ingin menutupi aibku.
Singkat cerita, pernikahanku hanya bertahan 13 tahun saja. Aku memilih cerai dengannya karena dia selingkuh. Dia mengkhianati pengorbanan yang selama ini kulakukan. Sudah berapa kali aku memergoki dia bersama dengan wanita lain tapi aku tak menghiraukan karena jika aku berpisah dengannya siapa yang akan membiayai aku dan anakku sedang aku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Tapi kali ini, aku benar-benar sesak dibuatnya. Dia sudah berani membawa perempuan itu di rumah kami sendiri. Terkadang terbesik pertanyaan dalam hatiku, Apa ini balasan Allah untuk manusia hina sepertiku?
Bulir kesedihan itu semakin tak terkendali, menangisi semua perbuatanku selama bertahun-tahun yang kupendam tanpa pernah berpikir untuk memperbaikinya. Pernah suatu hari, aku bertengkar dengan suamiku, mengeluarkan semua penat yang kurasa selama menikah dengannya dan tanpa sadar anakku mendengar pertengkaran kami. Semua yang kubungkus rapi dalam kata ‘sejarah’ sudah terbongkar di depan anakku sendiri.
“Ibu, Aku anak haram??” Teriak anakku
Speechless.. Apa yang harus kukatakan untuk membela perbuatan burukku. Tak ada kata yang bisa kukeluarkan, lidahku terkunci dan kaku. Aku hanya bisa memeluknya dan meminta maaf atas rahasia buruk yang selama ini kesembunyikan. Untung saja anakku tidak pernah memberontak sama sekali. Dia anak manis, sabar dan bisa menerimaku sebagai ibu yang sebenarnya masih tak layak dipanggil ibu.
Setelah resmi bercerai dengannya, aku dan anakku hanya tinggal berdua saja di rumah sederhana dan bertubuhkan papan-papan biasa yang tak ber-cat. Aku mulai mempelajari ilmu-ilmu agama, yag sebelumnya tidak pernah aku lirik sedikitpun. Mulai melaksanakan sholat lima waktu, meski terkadang masih sering bolong. Mulai mengenakan kerudung meski belum syar’i.
Aku menyekolahkan anakku di salah satu sekolah islam yang ada di kota ini, agar bekal akhiratnya jauh lebih banyak dibanding aku ibunya.
Pernah suatu hari, aku mengikuti seminar keislaman dan diakhir acara. Ada seorang ustad yang berkata, jika ada yang punya masalah dan ingin konsultasi silahkan datang di kantor kami. Aku mengambil kertas selembar di dalam tas dan meminjam pulpen wanita muda yang ada di samping kananku, lalu aku catat dan simpan baik-baik.
Besoknya, aku pergi konsultasi dengan muka ceria berharap ada solusi yang kudapatkan dari konsultasi ini. Sesampai di sana, aku mulai menceritakan masalah hidupku, mulai dari hamil di luar nikah, menikah dengan menggunakan nama orang lain di buku nikah, sampai masalah perceraian dengan suamiku.
Ustadz itu mengeluarkan kalimat yang sangat menusuk di hati “Pernikahan ibu TIDAK SAH”
“Jadi, selama ini bisa dianggap aku berzina dengan lelaki yang aku anggap sebagai seorang suami itu?”
“Iya” jawab ustadz dengan lembut
“Astagfirullah Al’Adzim” Ujarku di depan ustadz itu.
Aku menangis sesal tiada terkira, rasa berdosa semakin menghantuiku. Hati ini semakin gelisah, resah dan tak ada rasa tenang di dalam hati. Sesal itu benar-benar membaluti jiwaku.
Astagfirullah.. Astagfirullah.. Astagfirullah.. Luapan air mataku semakin tak terkendali.
Lalu ustad itu berpesan “Ibu sholat taubat dulu, perbaiki sholat lima waktunya dan laksanakan sholat tahajjud. Allah Penerima taubat, Siapapun ibu dimasa lalu tidak akan menjadi halangan untuk memperbaiki masa depan ibu”
Ustadz itu kemudian mengeluarkan sebuah hadits yang artinya:
“Allah turun ke langit dunia pada 1/3 malam yang terakhir, lalu ia berfirman: Batangsiapa yang berdoa kepadaKu pasti Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon kepadaKu pasti aku beri dan barangsiapa yang meminta ampun kepadaKu pasti Aku ampuni”. (HR.Muslim)
Dalam deraian air mata, aku mengangguk. Sebagai tanda ‘Aku siap melaksanakannya’.
Aku ingin mencari jalan kebahagian. Menyelamatkan hatiku yang telah lama tenggelam dalam genangan dosa karena keselamatan hati adalah jalan bagi keselamatan agama dari dosa-dosa, juga jalan bagi kecintaan terhadap orang lain. Inilah kebahagian hakiki dunia dan akhirat.
Aku pernah membaca sebuah hadits yang artinya:
“Tidak akan masuk ke dalam api neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu ibu (Yang sudah di minum oleh anaknya) kembali ke tempat asalnya” (HR.at-Tirmidzi)
Ya Allah sungguh aku menangis karena menyesali perbuatanku, aku takut akan adzab-Mu. Terimalah taubatku. Disepertiga malam aku bangun untuk mendirikan salah satu sunnah yang begitu dahsyat fadillahnya yaitu Qiyamul’lail. Bukankah sepertiga malam itu Allah mengampuni orang-orang yang meminta ampunan dan mengabulkan doa orang-orang yang memanjatkan doa.
Aku memilih meninggalkan dekapan malam dan merajut tali-tali kerinduan dengan Allah yang selama ini tak pernah aku jumpai. Aku bermunajat kepada-Mu, agar mengampuni dosa-dosaku yang begitu banyak, menghapus kegelisahan yang mengimpit di dada, menganugrahkan kenyamanan di dalam hati dan memberikan jodoh terbaik untuk anakku.
Sebenarnya, aku malu meminta yang muluk-muluk kepada-Mu karena ibadahku tak berarti apa-apa dengan nikmat yang Engaku berikan selama ini. Ya Allah, sungguh aku berharap Engkau mengabukan doaku. Aamiin
Besoknya, hati ini terasa ringan sekali. Sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang diselimuti dengan kegelisahan dan rasa bersalah. Kali ini bagaikan semua darah kotor yang adal di dalam tubuhku diangkat sekaligus. Tiap hari aku isi hari-hariku dengan ibadah dan bekerja sebagai pedagang ikan di pasar tradisional. Aku tak ingin meninggalkan ibadah-ibadah yang diperintahkan-Nya. Kelihatannya sangat sederhana tapi jika dilaksanakan dengan khusyuk maka akan terasa nikmat ibadah itu.
Satu keinginanku saat ini yang begitu besar yaitu melihat anakku menikah dengan laki-laki yang baik. Jangan sampai masa laluku diulangi oleh anakku. Maka, setiap selesai sholat fardu dan sholat tahajjud, aku selalu mengulangi doaku.
Kini, terasa ringan untuk bangun mendirikan sholat tahajjud, mungkin sudah menjadi kebiasaan. Sepertiga malam adalah waktu berdoa yang mustajab. Tetesan air wudhu menjadi seni tersendiri, menikmati alunan dzikir yang terlisankan dengan ikhlas dan khusyuk, menambah indahnya keheningan malam. Aku pun mendirikan sholat tengah malam yang aku rasakan manfaatnya, langusng mengena di hatiku yang paling dalam. Sungguh!!
Ketenangan, kebahagian dan kenyamanan sudah terpatok di singgasana hatiku, menjalani hari-hari dengan wajah ceria dan senyum merekah tanpa pernah mengingat lagi dosa-dosa di masa laluku. Anggap saja, itu pelajaran yang paling berharga dan tak perlu diulangi lagi, hanya perlu diperbaiki.
Kurang lebih satu bulan kemudian, ada yang melamar anakku. Dari keluarga yang baik-baik, laki-laki itu seorang PNS, dan ketaatannya kepada Allah tidak diragukan lagi. Orangtua laki-laki itu, tidak pernah mengungkit latarbelakang kehidupan anakku. Pernikahan itu pun terlaksana dengan penuh khidmat dan sungguh sangat banyak kesyukuran kuhaturkan kepada Sang Pemilik Jagad Raya ini.
Kali ini, aku menangis bahagia, terharu dan kupeluk anakku dengan erat. Dia pun menangis dan berkata “Terimakasih, untuk doa-doa ibu selama ini”. Tangisku semakin memecah..
Apa ini jawaban dari doa-doa yang terlisankan, sungguh aku sangat merasakan betapa nikmatnya berdoa disepertiga malam. Sholat tahajjud dengan khusyuk dan berdoa dengan meneteskan air mata pengharapan kepada Sang Ilahi. Malam-malam yang telah berlalu menyimpan pesan tersendiri, malam penuh kemesraan dengan sang Ilahi dalam bingkai ketakwaan. Sungguh sangat nikmat dan menawan. Menyambut kedatangan Allah pada sepertiga malam terakhir dengan wajah bersinar disertai panjatan doa sebagai penyempurna malam itu.
1 komentar:
Cerita nya bagus
Posting Komentar