Goodbye My Love

Entah bagaimana perasaan yang aku rasakan saat ini. Apakah ini bentuk penyesalan yang teramat mendalam atau apakah ini hanya untaian masa lalu yang membuatku kadang bisa gila memikirkannya. Cerita ini bermula dari dua puluh tahun yang lalu, ketika itu aku baru memasuki sekolah menengah pertama. Di hari pertama sekolah ketika aku masuk ke dalam kelas mataku tertuju pada seorang anak perempuan yang duduk manis di bangku deretan nomor dua dari depan. Aku langsung terpana melihat anak perempuan yang berwajah sangat manis itu. Setelah semua siswa dikelasku memperkenalkan dirinya masing-masing, barulah aku mengetahui jika anak perempuan itu bernama Sinna. Mungkinkah ini cinta monyet atau cinta apalah, aku langsung jatuh cinta dengan Sinna.
Sinna anak perempuan yang sangat supel, teman-teman sekelasku sangat suka bermain dengannya bahkan banyak siswa-siswa yang berlainan kelas dengan kami pun juga dekat dengan Sinna. Ia ramah dengan setiap orang. Jantungku pasti berdetak dengan cepat jika ia mulai tersenyum padaku, aku pun pasti selalu salah tingkah jika berbicara dengannya. Aku tidak bisa mengekspresikan perasaanku padanya, bahkan aku malu bila berada di dekatnya. Aku hanyalah seorang cowok yang baru beranjak remaja, aku tidak tahu bagaimana cara mendekati seorang wanita. Saat itu aku hanya bisa menatapnya bila ia sedang tertawa dan bermain dengan teman-teman di kelas. Dan dialah Ochi, anak perempuan teman sekelas kami juga, dengan dialah aku suka curhat tentang perasaanku ini pada Sinna. Kadang Ochi sering memberikanku semangat agar aku bisa dan tidak malu bila berada di dekat Sinna.

Aku teringat, dulu pada suatu hari Guru Geografi memberikan kami tugas kelompok, dan entah keajaiban apa yang terjadi tiba-tiba aku dipasangkan dengan Sinna sebagai partner. Sumpah aku sampai tidak bisa tidur bila malam tiba, dan di hari itu Sinna mengajakku pergi ke toko buku untuk mencari bahan makalah yang di tugaskan oleh guru kami.
Berkali-kali aku menelepon Ochi sekedar meminta saran apa yang harus aku lakukan nanti jika aku pergi berdua dengan Sinna. Dengan sabar Ochi mengajarkanku tentang cara mendekati seorang wanita. Aku merasakan kenyamanan di dekatnya ketika kami pergi berdua. Hari itu aku jadikan moment terindah dalam hidup ini. Sinna banyak bercerita hal-hal yang sangat lucu yang bisa membuatku tertawa terbahak-bahak, dia tertawa sangat manis depan mataku. Ohh Tuhan seandainya aku bisa memperpanjang waktu di hari itu, aku cuma bisa mengaguminya di dalam hati ini saja. Sepulang dari toko buku Sinna mengajaku pulang kerumahnya, hmmm ternyata rumah dia tidak begitu jauh dengan sekolah dan rumahku. Kami berdua mengerjakan tugas hingga malam.

Baru aku mau mendekatinya, tiba-tiba aku melihat Sinna mendapatkan sepuncuk surat dari Kakak kelasku. Lega rasanya ketika Ochi memberitahu kalau Sinna menolak untuk berpacaran dengan Kakak kelasku yang bernama Novit itu. Novit terus menerus mengejar-ngejar Sinna, Aku jadi takut mendekati Sinna lagi karena Novit adalah siswa yang paling tampan dan digandrungi oleh banyak anak-anak perempuan pada waktu itu. Aku berpikir Novit yang setampan itu saja di tolak sama Sinna apalagi aku cowo pendiam yang bertampang pas-pasan ini. Sejak saat itu aku hanya bisa memendam perasaanku padanya.

Ketika kenaikan kelas dengan berat hati aku keluar dari sekolah ku, karena aku harus ikut pindah dengan orang tuaku yang di tugaskan ke luar negeri. Mama dan Papa membuat pesta perpisahan dengan teman-teman sekelasku di rumah. Aku tersenyum bahagia ketika melihat kedatangan Sinna di rumah. Sinna memberikan sebuah kado mungil untukku. Aku mendapatkan sebuah gantungan kunci yang berbentuk lambang Superman, superhero kesukaanku.
“Kendy… kok loe tiba-tiba aja sih mau pindah keluar negeri, sudah enggak betah tinggal di Jakarta yaa? Hmm… enggak ada teman yang asyik buat diajak ke kantin lagi dong” Tanya Sinna manja padaku sambil tersenyum.
“Maunya sih enggak pindah Na, tapi bokap gue ditugasin ke Malaysia selama dua tahun, hmmm… beginilah nasib jadi anak yang paling kecil, harus ikut orang tua kemana mereka pergi” jawabku sambil memandang Sinna.
Sinna tertawa mendengar gerutuku, lalu ia menepuk-nepuk pundakku.
“Ayo… kita foto” ajak Sinna yang membuatku terkejut mendengarnya.
“A… apa, hmmm kita foto berdua?” tanyaku ragu-ragu.
“Iyah… loe enggak keberatan kan” jawab Sinna sambil tersenyum.
Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala.
“Nanti kalau loe kangen sama gue, lihat foto ini aja” canda Sinna sambil tertawa meledek ku.

Yaa… Foto itulah yang membuat obat perinduku bila aku rindu dengannya. Sebelum aku pergi, aku sempat bertemu dengan Ochi dan berpesan padanya. “Jagain Sinna yaa Chi?” Mohonku pada Ochi. Ochi tersenyum lalu ia menganggukan kepalanya. Selama berada di Malaysia aku sering menyurati Ochi hanya untuk sekedar menanyakan keadaan Sinna di sekolah. Ochi selalu bercerita banyak tentang Sinna, kadang ia sampai menulis berlembar-lembar surat yang dikirimnya. Aku selalu tersenyum dan membayangkan Sinna jika membacanya. “Sinna tambah manis lho Ken, kemarin dia abis di panggil guru BP karena ketahuan dia yang membuat heboh guru-guru di sekolah. Loe tau nggak sih, Si Sinna itu jahil banget deh masa helm punya guru di tuker-tuker tempatnya sama dia, jadinya pas guru-guru mau pulang mereka pada kaget karena helm yang berada di motornya itu bukan helm punya dia, terus mereka pada nyariin helmnya yang pada tertuker gitu”. Hahahahahaha… aku tertawa membaca surat Ochi. Yaa Tuhan aku tambah merindukan dirinya saat itu. Pada suatu hari aku mencoba meneleponnya, aku mengobrol dengan Sinna. Seperti biasa Sinna banyak bercerita tentang dirinya. Rasa rindu ini pun sedikit terobati sejenak karena mendengar suaranya. Tetapi apa daya, waktu ku sangat terbatas untuk meneleponnya karena biaya telepon yang sangat mahal pada jaman itu.

Dua tahun telah berlalu, lega rasanya aku bisa kembali ke Negaraku tercinta, terlebih lagi aku bisa dekat dengan Sinna wanita pujaanku. Aku masuk ke SMU yang berlainan dengan Sinna. Entah apa yang terjadi, sejak masuk sekolah aku mengalami pengalaman yang tidak mengenakan. Pada saat itu aku terperangkap masuk ke dalam pergaulan yang salah, aku terjerat sebagai pecandu narkoba dengan teman-temanku. Hidupku jadi tidak normal, aku telah menjadi budak obat-obatan yang bisa mematikan itu. Dengan pede nya suatu hari aku nekat datang ke rumah Sinna dalam keadaan mabuk. Sinna menemuiku dengan wajah dingin, bukan seperti Sinna yang dulu aku kenal. Mungkin ia tahu kalau aku sekarang menjadi anak berandalan yang hampir setiap hari tidak berdaya karena terpengaruh obat-obatan yang aku konsumsi. Sejak saat itu aku menjadi malu pada Sinna, aku tidak berani untuk menemui dan menghubunginya lagi.

Aku tidak bisa melupakan Sinna, dia adalah cinta pertamaku. Entah aku harus berusaha apalagi untuk mendapatkan keberanian mengungkapkan perasaan ini. Hampir setiap hari sepulang dari sekolah diam-diam aku selalu menunggui Sinna di perempatan jalan yang menuju rumahnya. Ia selalu turun dari angkot sepulang dari sekolah disana. Melihat keberadaannya dari jauh saja aku sudah senang sekali. Ingin rasanya diri ini menghampirinya, tapi sayang pada saat yang sama tubuh ini masih dikuasai oleh obat-obatan terlarang.

“Loe harus sembuh Ken, kalo loe mau mendekati Sinna. Dia itu bukan cewe gampangan” kata Ochi sambil menatapku.
“Gue enggak bisa ngelupain dia Chi, gue juga kepengen sembuh? Gue cape begini terus” jawabKu.
“Loe harus berobat, loe harus sembuh dan berusaha keluar dari obat-obatan terlarang itu demi Sinna kalau memang loe mencintainya jelas Ochi”.
Aku terdiam dan termenung sejenak mendengar perkataan Ochi. Dua hari kemudian Mama dan Papa membawaku berobat untuk menghilangkan sisa-sisa racun yang berada di tubuh dan ketergantungan ini agar terbebas dari lingkaran setan itu. Aku bersemangat untuk sembuh, ini semua aku lakukan demi untuk masa depanku dan untuk cintaku pada Sinna tentunya. Segala cobaan dan godaan berhasil aku lewati, setelah satu tahun aku menjalani theraphy akhirnya aku dinyatakan sembuh oleh Dokter.

Pada tahun 1998 aku masuk ke Perguruan tinggi. Banyak wanita-wanita cantik yang berlalu lalang dikampusku ini. Tetapi perasaanku belum saja berubah, masih tetap ada nama Sinna yang ada di hati. Aku belum pernah berpacaran sampai saat ini. Ochi menjuluki ku dengan sebutan cowo yang paling setia dan yang paling bodoh di dunia ini. Yaaa… aku akui, aku adalah cowo yang paling bodoh di dunia ini, karena aku sama sekali tidak bisa mendekati dan menyatakan perasaanku ini kepada wanita yang sudah bertahun-tahun lamanya aku kagumi. Terkadang aku berpikir pasti Sinna sudah mempunyai pacar. Tetapi pikiran itu telah dikalahkan dengan kata setia yang aku miliki. Hmmm betapa bodohnya aku, cinta telah membutakan mata dan perasaanku ini.

Suatu ketika aku dan Ochi pernah berjalan mondar-mandir di depan rumah Sinna. Itu tepat di hari ulang tahunku, dengan mengendarai mobil aku mengajak Ochi pergi ke rumah Sinna. Tetapi sesampai disana aku tidak berani untuk turun dari mobil dan menemuinya. Ochi memandangku dengan perasaan gemas.
“Turun nggak loe dari mobil? terus cepat loe temuin Sinna?” suruh Ochi.
“Aduhhh… gue malu Chi, udah lama banget gue enggak bertemu sama dia” jawabku.
“Kita tuh kaya orang stress tau, mondar-mandir terus di depan rumah Sinna. Nanti kita bisa di curigai orang kalo terus-terusan begini” gerutu Ochi.
Aku menarik napas panjang, lalu dengan berat hati aku putuskan untuk kembali pulang kerumah dengan alasan aku belum siap bertemu dengan Sinna semenjak kejadian aku datang kerumahnya pada waktu itu. Melihat keputusanku Ochi sangat marah, dia terus menerus bergerutu memaki-maki diri ini.
“Loe kok cemen banget sih jadi cowo Ken, gue cape tau ngeliat loe seperti ini terus? Sudahlah kalo loe enggak berani ketemu sama Sinna lagi, loe cari aja cewe yang lain…” Kata Ochi kesal.
“Kok loe ngomong gitu sih Chi” tanyaku.
“Yaaa abis loe pengecut banget sih, jangan sampai suatu hari loe nyesel Ken, udah… aahhh gue enggak mau bantuin loe lagi? Cape gue jadinya” jawab Ochi yang masih terlihat kesal.

Aku tertunduk menyesal, sambil mengendarai mobil ini aku mengantarkan Ochi pulang kerumahnya. Semenjak saat itu aku putuskan untuk melupakan Sinna, aku mencoba membuka hati ini untuk wanita lain yang setidaknya nanti aku temui.
Hari-hari terus berganti, beberapa tahun yang lalu setelah aku lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan serta berkehidupan mapan. Aku menikahi seorang wanita bernama Dita, dia wanita yang sangat baik dan telah memberikan aku dua orang anak yang lucu-lucu. Tetapi kadang hati ini tidak bisa di bohongi, di sela-sela kesibukan aku masih suka terbayang wajah Sinna, memikirkan dia sekarang seperti apa? apakah dia sudah menikah sama sepertiku? hmmm masihkah dia tinggal di rumah orang tuanya itu. Aku ingin sekali bertemu dengan Sinna walaupun hanya sebentar dengan keadaan kami berdua yang juga telah berubah.

Dan hari ini aku di kejutkan dengan kedatangan Ochi yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang kantorku.
“Kendy… Tau nggak loe, kemarin gue bertemu dengan Sinna waktu reunion SMP. Gila sekarang dia tambah manis dan cantik banget! Coba loe lihat deh fotonya” celoteh Ochi antusias.
Dengan jantung yang berdetak sangat kencang aku mengambil ponsel milik Ochi dan melihat foto Sinna. Yaa… Tuhan dia sangat manis sekali, seakan-akan hatiku meleleh kembali saat melihat wajahnya. Terbayang lagi masa-masa lalu ku saat di sekolah dengannya dulu.
“Sinna baru menikah dua bulan yang lalu” kata Ochi sambil tersenyum.
“Du… dua bulan yang lalu” tanyaku gemetar.
“Sudahlah… Ken, semuanya sudah berakhir” jelas Ochi.
“Iyah…” Jawabku singkat.
“Kemarin gue banyak banget cerita tentang perasaan loe dengannya dulu” kata Ochi.
“APA…?” teriakku kaget.
“Iyah… gue tau banget perasaan loe Ken, gue yakin sampai saat ini terkadang loe masih memikirkan Sinna, kan?” Jelas Ochi.
“Sinna… komentar apa” tanyaku ragu.
“Sinna terkejut sewaktu gue menceritakan tentang perasaan loe padanya dulu. Sebenarnya Sinna juga punya perasaan yang sama kaya loe, tapi loe nya aja yang tidak berani untuk mendekatinya? Sudahlah kalian sudah mempunyai pasangan hidup masing-masing. Anggaplah yang dulu itu sebagai cinta monyet” jelas Ochi sambil tertawa.
Aku tersenyum lesu mendengarnya, benar juga kata Ochi kini kami berdua sudah mempunyai pasangan masing-masing. Mudah-mudahan aku bisa merelakan Sinna.
“Sabtu besok gue mau ketemuan sama Sinna. Loe ikut yaa Ken? Sinna mau bertemu sama loe tuh” kata Ochi.
Aku menganggukan kepala tanda setuju. Apa yang harus aku lakukan bila berhadapan dengannya nanti tanyaku dalam hati. Sumpah aku sangat mengharapkan hari sabtu segera tiba. Aku ingin melihat dan memandang wajahnya setelah bertahun-tahun lamanya tidak berjumpa.

Dan kini aku menatap Sinna yang sedang berjalan menghampiriku dan Ochi. Ia tersenyum manis padaku, diri ini gemetar dan jantung ini mendadak berdetak sangat cepat ketika memandangnya di sore itu. Senyumannya tidak berubah, ingatanku terbang melayang kembali ketika pertama kali aku melihat wajahnya sewaktu di sekolah dulu.
Kennndyyyy… teriak Sinna sambil tertawa dan melambaikan tangannya. Lalu ia memelukku dengan erat. Tubuh ini seolah-olah kaku tidak berdaya di dalam pelukannya.
“Hai… Sudah lama banget yaa kita enggak ketemuan, gue kangen sama loe tau celoteh Sinna sambil tersenyum”.
“Apa kabar… Na, tanyaku sambil memandangnya”.
“Baik… loe kemana aja sih, menghilang begitu saja dan enggak ada kabarnya? Tanya Sinna”.
“Ada kok… jawabku sambil tertawa”.
“Haalllooo… hai… duh kok gue dianggurin yaa di sini? Teriak Ochi sambil mengerutkan keningnya”.
Sinna memeluk Ochi yang sedang cemberut karena merasa di cuekin oleh aku dan Sinna.
“Ochi… Duh loe juga menghilang sama kaya kendy? tau nggak sih… gue sempat nyariin loe berdua sebelum gue menikah kata Sinna sambil menarik napas panjangnya”.
Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum melihat dan mendengar celotehan Sinna yang sama sekali tidak berubah dari dulu. Ia masih menjadi anak yang supel dan manis meskipun sudah menikah. Kami bertiga mengobrol panjang lebar di sepanjang sore ini sampai akhirnya kami berpamitan untuk pulang karena sudah malam. Aku mengantarkan Sinna sampai ke mobilnya. Sinna lalu menatapku dengan tajam.
“Maafkan gue yaa Ken, waktu itu gue sudah mengusir loe dari rumah. Hmm itu karena gue takut ketahuan orang tua gue, kalau loe sedang mabuk” kata Sinna pelan.
“Enggak apa-apa Na, itu memang gue yang salah” jawabku sambil tersenyum.
“Gue pulang dulu yaa, kapan-kapan nanti kita bisa ketemuan lagi oke? Gue mau kenalanin loe sama suami gue” kata Sinna sambil tertawa.
Aku menganggukan kepala sambil tersenyum.
“Na… hmm, gu… gue boleh meluk loe sekali lagi nggak?” tanyaku sambil menatapnya.
Kali ini Sinna yang menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Aku memeluk Sinna mungkin ini untuk yang terakhir kalinya. Ada setitik perasaan menyesal yang sangat dalam di hati ini. Kalau saja aku dulu berani untuk mengungkapkan perasaanku ini padanya, entah apa yang terjadi di hari ini. Yaa Tuhan apa yang terjadi dengan perasaanku ini.
Tidak lama kemudian Sedan merah yang di kendarai oleh Sinna perlahan-lahan pergi meninggalkanku. Aku melangkahkan kaki menuju mobilku kembali setelah Sinna pergi. Ochi menatap tajam diri ku yang sudah menunggu di dalam mobil, lalu ia memelukku dengan erat.
“Lupakan Sinna Ken, ini semuanya sudah berlalu kata Ochi lirih”.
Aku menganggukan kepala, tampak disadari airmataku pun mengalir deras di pipi, dada ini terasa amat sesak dan aku pun menangis terisak-isak di depan Ochi. Aku merasakan kehilangan yang amat mendalam. Setelah mengantarkan Ochi pulang, aku mengendarai mobilku berputar-putar mengelilingi kota seorang diri. Dan tepat di tengah malam itu aku berdiri di pinggir pantai, aku berjanji pada diriku sendiri untuk melupakan Sinna selamanya. Seorang wanita yang teramat aku kagumi, seorang wanita yang selalu ceria dan membuatku merasa kenyamanan didekatnya, seorang wanita yang telah membuatku semangat untuk sembuh kembali dari jeratan narkoba. Aku memandang gantungan kunci yang bergambar lambang superman di dalam genggaman tanganku sekali lagi, lalu aku melemparnya jauh-jauh ke tengah laut. Selamat tinggal cinta pertamaku yang manis, semoga kamu bahagia dengan pasanganmu sekarang. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, tidak lama kemudian aku pulang kerumah untuk berkumpul kembali dengan Istri dan anak-anaku tercinta.

0 komentar:

Posting Komentar