1. Kompetensi Paedagogik,
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat 3 butir a). Artinya guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran,
mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Guru
harus menguasi manajemen kurikulum, mulai dari merencanakan perangkat
kurikulum, melaksanakan kurikulum, dan mengevaluasi kurikulum, serta memiliki
pemahaman tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan
perkembangan peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan
berhasil guna.
2. Kompetensi Personal,
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. (SNP, penjelasan Pasal
28 ayat 3 butir b). Artinya guru memiliki sikap kepribadian yang mantap,
sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata lain, guru
harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan
tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani. (di depan guru member teladan/contoh, di tengah memberikan
karsa, dan di belakang memberikan dorongan/motivasi).
3. Kompetensi Profesional,
adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3
butir c). Artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan
bidang studi atau subjek matter yang
akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang
tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Guru pun harus
memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum, dan landasan kependidikan.
4. Kompetensi Sosial,
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. (SNP,
penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Artinya ia menunjukkan kemampuan
berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman
guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Apabila guru telah
memiliki keempat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki
hak professional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Mendapat
pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi
tanggung jawabnya.
2. Memiliki
kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas
tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
3. Menikmati
teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam
rangka menjalankan tugas sehari-hari.
4. Menerima
perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang
inovatif dalam bidang pengabdiannya.
5. Menghayati
kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun
secara institusional.
Dalam usaha membangun
manusia Indonesia seutuhnya, guru merupakan ujung tombak atau pelaksana yang
terdepan. Bila diumpamakan bidang kedoktera, teknik, politik, ekonomi,
pertanian, industri, dan lain-lain adalah untuk kepentingan manusia, maka guru
bertugas untuk membangun manusianya itu sendiri. Hal ini tentu memerlukan persyaratan
khusus untuk dapat melaksanakan tugas tersebut di atas, yaitu guru sebagai
suatu profesi, sebagai perpaduan antara panggilan, ilmu, teknologi, dan seni,
yang bertumpu pada landasan pengabdian dan sikap kepribadian yang mulia.
Pada hakikatnya tugas
guru tidak saja seharusnya diperlukan sebagai suatu tugas yang professional,
tetapi adalah wajar bilamana melihatnya sebagai suatu profesi utama, karena
mengajar antara lain berarti turut menyiapkan subjek didik ke arah berbagai jenis
profesi. Dikaitkan dengan angkatan kerja, maka implikasinya ialah guru
merupakan angkatan kerja utama, oleh karena guru merupakan tenaga yang turut
menyiapkan tenaga pembangunan lainnya.
Berkenaan dengan uraian
di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa di atas pundak gurulah
terdapat beban yang berat dan semakin menantang, karena memang tugas guru
adalah sedemikian kompleks dan akan semakin kompleks dengan majunya masyarakat
serta berkembangnya IPTEK, maka sudah sewajarnya apabila kepada setiap guru
diberikan jaminan sepenuhnya agar ia menghayati haknya sebagai seorang guru professional.
Kepada para guru, sudah saatnya untuk meningkatkan kemampuannya, sejalan dengan
semakin meningkatnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru. Terutama setelah
adanya sertifikasi guru, baik melalui penilaian portofolio maupun jalur
pendidikan profesi guru.
Di dalam dunia pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing,
pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan
suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan,
menarik memberi rasa aman, memberikan ruang pada siswa untuk berpikir
aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengeksplorasi dan mengelaborasi
kemampuannya.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas. Untuk dapat menjadi guru profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru yang profesional. Mengomentari mengenai rendahnya kualitas pendidikan saat ini, merupakan indikasi perlunya keberadaan guru profesional. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki interest yang kuat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan kaidah-kaidah profesionalisme guru yang dipersyaratkan.
Guru dalam era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini bukan hanya sekadar mengajar (transfer of knowledge) melainkan harus menjadi manajer belajar. Hal tersebut mengandung arti, setiap guru diharpkan mampu menciptakan kondisi belajar yang menantang kreativitas dan aktivitas siswa, memotivasi siswa, menggunakan multimedia, multimetode, dan multisumber agar mencapai tujua pembelajaran yang diharapkan.
Kalau kita lihat sejenak kondisi real pendidikan yang ada di daerah, masih banyak ditemukan guru berada di dalam situasi yang kurang menguntungkan untuk melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya. Banyak guru yang ditempatkan di dala ruang yang penuh sesak dengan anak didik dengan perlengkapan yang kurang memadai, dengan dukungan manajerial yang kurang mutakhir. Di tempat yang demikian itulah, guru-guru itu diharapkan mampu melaksanakan tugas yang maha mulia untuk mendidik generasi penerus anak bangsa. Hal ini akan bertambah lebih berat dan kompleks, bilamana dihadapkan lagi dengan luapan perkembangan IPTEK, tetapi dengan dukungan fasilitas dan sarana yang minim serta dengan iklim kerja yang kurang menyenangkan. Selain itu, beban guru ditambah lagi dengan berbagai tugas di luar kegiatan akademik yang banyak menyita waktu dan tenaga para guru.
Pendidikan yang baik, sebagaimana yang diharpkan oleh masyarakat modern dewasa ini dan sifatnya yang selalu menantang, mengharuskan adanya pendidik yang profesional. Hal ini berarti bahwa di masyarakat diperlukan pemimpin yang baik, di rumah diperlukan orang tua yang baik dan di sekolah dibutuhkan guru yang profesional. Akan tetapi, dengan ketiadaan pegangan tentang persyaratan pendidikan profesioal, maka hal ini menyebabkan timbulnya bermacam-macam tafsiran orang tentang arti guru yang baik, tegasnya guru yang profesional.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam mencari jawaban tentang apa dan siapa itu guru yang profesional memerlukan suatu tinjauan yang luas serta melingkupi berbagai segi. Sesudah itu barulah disimpulkan profil guru yang bagaimana yang dikehendaki. Jawabannya adalah guru yang profesional memiliki kemampuan profesional, personal, dan sosial. Hal ini jelas dikemukakan oleh Winarno Surachmad (1973) bahwa "sebuah profesi, dalam artinya yang umum, adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu. Yang karena hakikat dan sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, keterampilan teknis, dan sikap kepribadian tertentu". Dalam bentuknya yang modern, profesi itu ditandai pula oleh adanya pedoman-pedoman tingkah laku yang khusus mempersatukan mereka-mereka yang tergolong di dalamnya sebagai satu korps, ditinjau dari pembinaan etik jabatan. Pelembagaan profesi, serupa itu tidak saja dapat memperkuat pengaruh teknis, tetapi juga pengaruh-pengaruh sosial dan politik, ke dalam maupun ke luar. Umumnya dengan mudah orang menyetujui bahwa tugas sebagai seorang guru baikya dipandang sebagai tugas profesional. Tetapi tidak semua menyadari bahwa profesionalisasi tenaga pelaksana itu bukan hanya terletak dalam masa-masa persiapan (pendidikan pendahuluan), tetapi juga di dalam pembinaan dan cara-cara pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan perkataan lain, profesionalisasi guru tidak selesai dengan diberikannya lisensi mengajar kepada mereka yang berhasil menamatkan pendidikannya. Untuk menjadi guru ini baru mencakup aspeknya yang formal. Kualifikasi yang formal ini masih perlu dijiwai dengan kualifikasi riil dan hanya mungkin diwujudkan dalam praktek.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas. Untuk dapat menjadi guru profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru yang profesional. Mengomentari mengenai rendahnya kualitas pendidikan saat ini, merupakan indikasi perlunya keberadaan guru profesional. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki interest yang kuat untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan kaidah-kaidah profesionalisme guru yang dipersyaratkan.
Guru dalam era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini bukan hanya sekadar mengajar (transfer of knowledge) melainkan harus menjadi manajer belajar. Hal tersebut mengandung arti, setiap guru diharpkan mampu menciptakan kondisi belajar yang menantang kreativitas dan aktivitas siswa, memotivasi siswa, menggunakan multimedia, multimetode, dan multisumber agar mencapai tujua pembelajaran yang diharapkan.
Kalau kita lihat sejenak kondisi real pendidikan yang ada di daerah, masih banyak ditemukan guru berada di dalam situasi yang kurang menguntungkan untuk melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya. Banyak guru yang ditempatkan di dala ruang yang penuh sesak dengan anak didik dengan perlengkapan yang kurang memadai, dengan dukungan manajerial yang kurang mutakhir. Di tempat yang demikian itulah, guru-guru itu diharapkan mampu melaksanakan tugas yang maha mulia untuk mendidik generasi penerus anak bangsa. Hal ini akan bertambah lebih berat dan kompleks, bilamana dihadapkan lagi dengan luapan perkembangan IPTEK, tetapi dengan dukungan fasilitas dan sarana yang minim serta dengan iklim kerja yang kurang menyenangkan. Selain itu, beban guru ditambah lagi dengan berbagai tugas di luar kegiatan akademik yang banyak menyita waktu dan tenaga para guru.
Pendidikan yang baik, sebagaimana yang diharpkan oleh masyarakat modern dewasa ini dan sifatnya yang selalu menantang, mengharuskan adanya pendidik yang profesional. Hal ini berarti bahwa di masyarakat diperlukan pemimpin yang baik, di rumah diperlukan orang tua yang baik dan di sekolah dibutuhkan guru yang profesional. Akan tetapi, dengan ketiadaan pegangan tentang persyaratan pendidikan profesioal, maka hal ini menyebabkan timbulnya bermacam-macam tafsiran orang tentang arti guru yang baik, tegasnya guru yang profesional.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam mencari jawaban tentang apa dan siapa itu guru yang profesional memerlukan suatu tinjauan yang luas serta melingkupi berbagai segi. Sesudah itu barulah disimpulkan profil guru yang bagaimana yang dikehendaki. Jawabannya adalah guru yang profesional memiliki kemampuan profesional, personal, dan sosial. Hal ini jelas dikemukakan oleh Winarno Surachmad (1973) bahwa "sebuah profesi, dalam artinya yang umum, adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu. Yang karena hakikat dan sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, keterampilan teknis, dan sikap kepribadian tertentu". Dalam bentuknya yang modern, profesi itu ditandai pula oleh adanya pedoman-pedoman tingkah laku yang khusus mempersatukan mereka-mereka yang tergolong di dalamnya sebagai satu korps, ditinjau dari pembinaan etik jabatan. Pelembagaan profesi, serupa itu tidak saja dapat memperkuat pengaruh teknis, tetapi juga pengaruh-pengaruh sosial dan politik, ke dalam maupun ke luar. Umumnya dengan mudah orang menyetujui bahwa tugas sebagai seorang guru baikya dipandang sebagai tugas profesional. Tetapi tidak semua menyadari bahwa profesionalisasi tenaga pelaksana itu bukan hanya terletak dalam masa-masa persiapan (pendidikan pendahuluan), tetapi juga di dalam pembinaan dan cara-cara pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan perkataan lain, profesionalisasi guru tidak selesai dengan diberikannya lisensi mengajar kepada mereka yang berhasil menamatkan pendidikannya. Untuk menjadi guru ini baru mencakup aspeknya yang formal. Kualifikasi yang formal ini masih perlu dijiwai dengan kualifikasi riil dan hanya mungkin diwujudkan dalam praktek.
0 komentar:
Posting Komentar