Susahnya Belajar Menulis

Tidak ada kata terlambat sebelum kesempatan itu hilang, tidak ada gading yang tak retak. Mungkin hal tersebut memang betul?Kalo tidak mulai dari sekarang kapan lagi harus belajar menulis, banyak hal yang menyebabkan kita sering malas menulis,bahkan coret coret buku dengan menggoreskan pena yang tidak pernah lupa dalam saku ketika kita berangkat ke ruang kelas bahkan rasanya kalo tidak ada di saku ada yang kurang. Tapi untuk menuliskan kalimat kalimat demi kalimat dalam sebuah tulisan bukan pekerjaan mudah, termasuk yang saya rasakan sekarang ini ketika menulis membutuh suasana yang mendukung ketika apa yang kita pikirkan bisa dituangkan dalam sebuah tulisan yang menurut saya sendiri tulisan saya sendiri tidak bagus bahkan tidak mungkin orang lain membacanya bahkan meninggalkan kamentar. Tapi itulah tantangan menulis padahal kita sering membaca buku, artikel di sebuah blog yang isinya sangat bagus dengan rangkai kalimat-kalimat kalo kita baca sangat enak untuk dibaca dengan bahasa yang mudah dipahami oleh si pembaca dengan tidak mengurangi isi yang hendak disampaikan dalam tulisan tersebut, tapi ada pula sebuah buku/artikel tulisan di sebuah weblog yang menggunakan bahasa yang penalaran yang ektra artinya bisa mengartikan dari segi bahasa dan istilah yang membuat kita bingung dengan artinya yang ingin di sampaikan oleh penulis, rupanya kalo saya menyimak makin banyak istilah yang asing bukan mempermudah kita dalam menterjemah kalimatnya tapi malah membingungkan. Sebuah buku hampir beberapa halaman bahkan ratusan halaman yang di baca sangat mengasikan lupa dengan waktu....kok bisa orang menulis dengan sedemikian banyaknya?pertanyaan itu ada dibenak saya. Apalagi dengan sebuah buku yang menjadi best seller yang mungkin di cetak berkali dalam penerbitannya, sungguh ide yang cemerlang, padahal kita tau sebagai seorang guru kebiasaan menulis adalah menjadi keharusan yang tidak bisa kita hindarkan lagi pada saat sekarang, contoh kecil membuat PTK itu memerlukan ide dan penyusunan kalimat yang harus di rangkai dengan benar dan teratur, menurut aturan penulisan sebuah karya ilmiah dengan mengacu pada topik pembahasan yang diangkat. Pada saat saya duduk di bangku kuliah saya pernah mendengar istilah judul skripsi dari mahasiswa lain tidak "greget" kurang tau saya apa bahasa tersebut sudah baku apa belum, seakan akan memberikan sinyal bahwa dari judul skripsi yang akan di garap tidak ada unsur ketertarikan oleh dosen pembimmbingnya, mungkin saja judul tersebut suatu hal yang biasa atau sudah basi alias tidak penting amat untuk diangkat dalam sebuah judul skripsi. Kalo kita kembali ke situasi Pendidikan kita sekarang sangat jarang sekali siswa-siswi yang senang menuliskan semua ide-ide yang ada dibenak mereka contoh kecil saja berdasarkan pengalaman keseharian saya sebagai guru, ketika guru mengajukan pertanyaan sangat jarang sekali siswa bisa bertanya dengan baik sesuai dengan substansi materi yang disampaikan, apalagi menyimpulkan dari apa yang kita sampaikan sangat minim sekali, kalo pun ada yang kritis itu bisa di hitung 1 sampai 2 orang saja, kenapa hal tersebut terjadi menurut pendapat saya peran guru bahasa Indonesia sangat penting dalam memberikan arahan dan rambu rambu yang harus diperhatikan ketika menyampaikan pendapat, gagasan dan ide agar bisa dimengerti orang lain. Dilema ini sudah menjadi hal yang sangat tercermin dalam keseharian siswa di sekolah, Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain 1) Siswa di sekolah dikekang dengan peraturan yang memaksa siswa tidak kreatif artinya tidak diberi kebebasan dalam menuangkan ide-ide meraka; 2) Minat baca tulis belum sepenuhnya diajarkan sehingga keberanian dan percaya dirinya rendah dan itu merupakan faktor utama "Percaya Diri Rendah"; 3) Pelajaran disekolah cuman sebatas pelajaran yang diikuti saja tidak sampai kehati nurani siswa, hal ini banyak faktor antara lain guru, siswa dan sarana prasarana sekolah sebagai penunjang dalam proses belajar dan mengajar; 4) Tidak ada ketertarikan terhadap baca dan tulis, motivasi yang membuat seseorang jadi memiliki rasa penasaran, dan ingin mencoba sesuatu sangat rendah. 5) Peranan Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) tidak ada di implemantasikan sebagai kegiatan yang menjadi tolak ukur dalam kegemaran menulis.

3 komentar:

Pak Gunawan mengatakan...

kalau susah belajar menulis masukan saya mas...ajak mereka bergabung di http://paper.li/jonru# bagus tuh mas....salam kembali dari pak guru di medan

Coretanku mengatakan...

@Pak Gunawan
Terima kasih atas masukannya Pak.

Anonim mengatakan...

Tulis yang banyak lagi pak

Posting Komentar

Blog Archive

Popular

Recent Posts