"MALU" BERTANYA "SESAT" (DALAM) MENGAJAR : STUDI PARSIAL TERHADAP SALAH SATU KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

Ada yang menggelitik ketika di beberapa statsiun televisi terdapat tayangan iklan dengan memanfaatkan sarana-sarana linguistik yang sudah lazim digunakan pada konteks tertentu, seperti salah satu contohnya (kurang lebih bunyinya) ‘Sedia No Drop sebelum hujan’ (maaf bukan mengiklankan). Bagi penulis, meskipun hal ini bukan menjadi fokus utama dalam tulisan ini, namun memang masalah iklan dan periklanan akan menarik kalau dibicarakan, karena dalam iklan penggunaan tanda (simbol, ikon, indeks) berhubungan dengan pencitraan,  terlepas  apakah iklan tersebut menampilkan realitas sebuah produk atau sebaliknya topeng realitas. Ada konteks lain yang senada menggunakan sarana-sarana linguistik sepeti iklan di atas dengan tujuan tertentu, misalnya ungkapan  penduduk Jakarta akhir-akhir ini seperti, “Sedia sekoci sebelum banjir” yang di-ironis-kan atas musibah banjir yang melanda Ibukota saat ini. Kedua konteks tersebut dikreasi dari sebuah peribahasa yang sudah lazim, yaitu “sedia payung sebelum hujan”. Menurut penulis ini adalah bagian dari gejala berbahasa, dan dalam hal ini bahasa Indonesia telah mampu beradaptasi di berbagai konteks (geografi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lain-lain). Contoh tersebut merupakan sekelumit fenomena kebahasaan dalam realitas sosial budaya masyarakat yang menggambarkan bahwa sifat bahasa itu dinamis dan arbitrer (manasuka). Dapat dibayangkan kalau  bahasa itu bersifat statis hamper pasti kita tentu tidak akan menemukan kasus-kasus kebahasaan seperti itu.

Beranalogi pada gejala bahasa di atas, kiranya tidak berlebihan apabila penulis mengkreasi sebuah peribahasa untuk diimplementasikan pada dunia pendidikan dan pengajaran, yaitu  ‘malu’ bertanya ‘sesat’ (dalam) mengajar, seperti terdapat pada bagian judul  tulisan ini. Penulis tidak bermaksud menghiperbola pernyataan ini, apalagi menjadikannya sebuah doktrin. Pernyataan tersebut hanya  semata-mata sebuah konstruk bahasa yang dapat diparafrasekan dan lebih menekankan pada sebuah strategi wacana. Setidaknya terdapat dua kata kunci dari pernyataan tersebut, yaitu bertanya dan mengajar. Apabila pernyataan itu dikaitkan dengan profesi kependidikan, maka terdapat relasi tertentu yang dipersyaratkan dalam sebuah kegiatan mengajar, yaitu salah satu dari sejumlah keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru. Paling tidak untuk menunjukkan keprofesiannya, dalam kegiatan mengajar guru harus memiliki keterampilan dasar atau keterampilan khusus mengajar yang berhubungan dengan keterampilan guru  yang berhubungan dengan kedua kata kunci tadi. Keterampilan tersebut diperlukan karena  mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran saja, akan tetapi merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Berkaitan dengan hal ini Usman (2010: 6) menegaskan bahwa mengajar bukan sekadar proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan terjadinya interaksi manusiawi dengan berbagai aspeknya yang cukup kompleks. Lain halnya dengan Joyce dan Well (Uno, 2009: 4) yang berpendapat bahwa mengajar adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Dari dua definisi tersebut secara implisit menunjukkan bahwa dalam mengajar diperlukan sejumlah keterampilan khsusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik, sehingga dalam pelaksanaannya secara inheren dapat digabungkan dua konsep mengajar, yaitu konsep mengajar sebagai suatu seni (teaching is an art)  dan mengajar sebagai suatu ilmu (teaching is a science) dengan berbagai aspeknya.

Untuk mendukung konsep mengajar seperti di atas sejumlah keterampilan khusus harus dikuasai guru. Penguasaan keterampilan tersebut dalam upaya memberikan pelayanan kepada peserta didik  untuk mengembangkan potensinya secara maksimal.  Menurut Sanjaya (2006: 33) keterampilan dasar mengajar bagi guru diperlukan agar guru dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Di samping itu keterampilan dasar merupakan syarat mutlak agar guru bisa mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran.

Beberapa ahli menggolongkan keterampilan dasar mengajar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Cooper et al. (1977) misalnya memberikan penggolongan pada keterampilan dasar mengajar, yaitu: 1) instructional planning, 2) writing instructional objectives, 3) lesson presentation, 4) questioning skills, 5) teaching concepts, 6) interpersonal communication skills, 7) classroom management, 8) observation skills, dan 9) evaluation. Sedangkan Turney et al. (1977) berpendapat bahwa keterampilan dasar mengajar itu meliputi 1) questioning, 2) classroom management and discipline, 3) variability/varying the stimulus, 4) reinforcement, 5) explaining/exposition, 6) set induction/introductory procedures, 7) small group teaching, 8) developing thinking, dan individualing teaching. Hampir sama dengan kedua pendapat tersebut,  Usman (2010: 74-118) menjelaskan bahwa beberapa keterampilan dasar  mengajar, yaitu 1) keterampilan bertanya, 2) keterampilan memberi penguatan, 3) keterampilan mengadakan variasi, 4) keterampilan menjelaskan, 5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, 6) keterampilan membimbing kelompok kecil, 7) keterampilan mengelola kelas, dan 8) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan. Meskipun penggolongan keterampilan dasar mengajar di atas dipengaruhi oleh latar belakang masing-masing, namun pada prinsipnya merujuk pada suatu keterampilan-keterampilan khusus yang harus dikuasai oleh guru dalam mengajar.

Satu dari sejumlah keterampilan dasar mengajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas adalah keterampilan dasar bertanya (basic questioning).  Keterampilan ini dipandang penting karena dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih aktif dan bermakna. Dapat kita bayangkan, seandainya sebuah pembelajaran selama berjam-jam tidak menggunakan keterampilan yang satu ini, tentu akan sangat menjemukan.  Begitu pentingnya keterampilan bertanya dalam pembelajaran, salah satu ahli seperti Sanjaya (2006: 34) berpendapat bahwa dalam setiap proses pembelajaran,  strategi pembelajaran apa pun yang digunakan, bertanya merupakan kegiatan yang selalu  merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Lain halnya dengan Usman (2010: 6) yang lebih menekankan pada dampak positif dari penerapan keterampilan bertanya yang baik  dengan teknik pelontaran yang tepat. Menurutnya, dampak positif tersebut akan mampu:  a) meningkatkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, b) membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap permasalahan, c) mengembangkan pola dan cara belajar aktif berpikir, sebab berpikir esensinya adalah bertanya,  d)  menuntun proses berpikir siswa untuk menentukan jawaban yang baik, dan e) memusatkan  perhatian peserta didik terhadap masalah yang dibahas.

Mengingat begitu pentingnya peranan bertanya dalam proses pembelajaran, maka setiap guru harus memiliki keterampilan ini, untuk menjamin kualitas pembelajaran. Keterampilan dasar bertanya ini memiliki beberapa teknik yang dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran. Menurut Alma dkk. (2008:24), berdasarkan maksud pertanyaan yang digunakan dalam keterampilan dasar bertanya, dapat digunakan teknik: 1) pausing, yaitu keterampilan bertanya dengan tujuan memberikan kesempatan berpikir, memperoleh jawaban yang komplit, memahami atau menganalisa  pertanyaan, agar banyak siswa yang menjawab, dan  untuk mencari jawaban,  dilakukan dengan cara memberikan waktu berpikir sebelum siswa menjawab pertanyaan, 2) promting, yaitu keterampilan bertanya dengan tujuan untuk mendorong  peserta didik  dalam menjawab pertanyaan yang dianggap sulit. Kegiatan ini dilakukan  dengan memberikan informasi tambahan, mengubah pertanyaan ke dalam bentuk lain (lebih disederhanakan),  atau memecah pertanyaan yang diaanggap kompleks menjadi beberapa sub-pertanyaan,  dan 3)  probing, yaitu keterampilan bertanya dengan tujuan melacak, menuntun, dan mengarahkan. Keterampilan ini diterapkan karena belum diperoleh jawaban yang memuaskan yang dapat dilakukan secara bergilir. Ahli lain seperti Usman (2006: 75) menambahkan,  selain promting dan probing, jenis pertanyaan lain yang terdapat pada keterampilan dasar bertanya adalah compliance question dan rhetorical question.  Compliance question (permintaan), yaitu keterampilan bertanya yang mengharapkan peserta didik mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan, sedangkan rhetorical question (retoris), yaitu keterampilan bertanya dengan tujuan tidak mengharapkan jawaban dari peserta didik, tetapi lebih kepada teknik penekanan terhadap penyampaian informasi.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengimplementasikan keterampilan bertanya dalam pembelajaran. Beberapa hal berikut ini dapat menjadi prinsip yang tidak boleh diabaikan ketika keterampilan dasar bertanya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran, yaitu 1) guru harus memberikan waktu secukupnya kepada peserta didik untuk berpikir, 2) guru harus menghindari penrtanyaan-pertanyaan yang kompleks apalagi menimbulkan ambiguitas pada persepsi peserta didik, 3) guru harus mampu mengatur distribusi dalam bertanya jawab, dan 4) guru harus menunjukkan keantusiasan dan kehangatan dalam bertanya. Berkaitan dengan hal ini Alma (2008: 26-27) menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan keterampilan bertanya dalam pembelajaran, yaitu  1) structuring (memberikan pengantar), 2) focusing (penetapan fokus), 3) clarity and brevity (jelas dan singkat), 4) pausing (pemberian tempo), 5) distribution (pendistribusian), 6) re-direction (pengarahan kembali), 7) anthusiasm (antusias), dan 8) promting (penegasan). Sedangkan Usman (2006: 76-77) lebih menekankan pada kebiasaan-kebiasaan yang harus dihindari dalam mengimplementasikan keterampilan bertanya dalam mengajar, seperti 1) jangan mengulang pertanyaan  bila siswa tidak mampu menjawab, 2) jangan mengulang jawaban siswa, 3) jangan menjawab sendiri pertanyaam yang diajukan sebelum siswa memperoleh kesempatan menjawabnya, 4) usahakan agar siswa tidak menjawab pertanyaan secara serempak, 5) Jangan langsung mengajukan pertanyaan kepada salah seorang  saja, dan 6) jangan mengajukan pertanyaan ganda.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil sedikit kesimpulan bahwa sebagai guru dan calon guru profesional sebaiknya tidak melupakan sejumlah keterampilan dasar mengajar. Keterampilan ini untuk melengkapi kompetensi yang diharapkan, termasuk penguasaan keterampilan dasar bertanya (basic questioning) yang sering dianggap inheren dengan berbagai strategi mengajar dan tidak diimplementasikan secara khusus. Oleh karena itu dengan berbagai teknik dan aspek-aspeknya seperti yang telah dijelaskan di atas, keterampilan ini menjadi penting dan akan menjadi prasyarat dalam mengembangkan keterampilan bertanya lanjutan sehingga hasil pembelajaran  akan optimal sesuai yang diharapkan.

Referensi

Alma, Buchari dkk. 2008. Guru Profesional: Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:  Rineka Cipta.
Cooper, J.M. et al. 1977. Classroom Teaching Skill. Lexington DC: Heath and Company.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sukandi, Ujang. 2003. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenagkakan): Belajar Aktif. Jakarta: Puskur Depdiknas.
Turney, C. 1977. Inovation in Teacher Education. Sidney: Sidney University
Uno, Hamzah B. dkk. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Zuber. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ariyanto, M.Pd (Dosen STKIP Muhammadiyah Kuningan)

0 komentar:

Posting Komentar